Aku Bukan Lilin

Filosofi lama mengatakan, jadilah seperti lilin. Mengorban diri sendiri untuk menerangi sekitarnya. Bagaikan pahlawan. Sinarmu membuat sekitar terang. Sinar yang membuat hangat sekitarmu. Sinar yang menerangi berbagai sudut ruangan. Indah bukan? Menyenangkan pihak lain tapi mengorbankan diri sendiri.

Bagi aku hal itu tidak akan pernah dilakukan. Aku tidak akan melalukan sesuatu hal untuk orang lain yang membuat diri aku sendiri menjadi hancur. Aku bukan martir. Setelah menjalani fase hidup yang panjang, pengalaman mengajarkan utamakanlah diri anda sebelum mempertimbangkan pikiran, saran dan kehendak orang lain. Andalah yang yang menjalani hidup untuk diri sendiri, bukan orang lain. Bukan orang tuamu, bukan anakmu, bukan saudaramu. Apalagi hanya orang lain diluar keluarga inti.

Kesannya ego aku dominan. Betul, bagi penilaian pihak luar di luar diriku. Benar untuk diriku sendiri. Kalau anda bepergian dengan pesawat terbang, sebelum take-off pramugari dan awak kabin memperagakan demo keamanan. Salah satu yang dipesankan waktu demo keamanan itu adalah selamatkan diri anda sendiri dulu sebelum menyelamatkan orang lain. Anda tidak akan bisa membantu dan menyelamatkan orang lain kalau diri anda sendiri tidak selamat. Pesannya jelas, yang pertama adalah diri kita sendiri dulu. Bagaimana anda akan membahagiakan orang lain di luar diri anda kalau diri anda sendiri tidak bahagia? Hidup ini singkat. Hidup yang singkat ini apakah mau diisi dan dijalani hanya untuk menyenangkan orang lain? Bagiku, no way. Lha, kok ini mau menurutkan orang lain demi menyenangkan orang lain? Pikiranmu lan akal warasmu nang endi, kowe waras?

Setiap individu adalah pribadi yang merdeka. Itu sudah sunatullah. Hukum alam. Berlaku bagi setiap pribadi yang dilahirkan ke dunia. Begitu dia keluar dari perut ibunya pribadi yang merdeka itu sudah diberikan bersamaan dengan kelahirannya. Kemerdekaan individu adalah given. Dia bukan taken. Kalau ada yang mengintervensi anda dalam hal pemikiran, pilihan hidup, apalagai sampai kepada tingkat pengambilan keputusan, kasihan sekali hidup anda. Aku prihatin dan sangat kasihan. Anda tidak punya kebebasan. Kemerdekaan anda dirampas. Orang lain mengatur hidup anda terlalu jauh. Anda hanya menjadi “Pak Turut” bagi orang lain. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) arti kata Pak Turut adalah orang yang selalu mengikut apa saja yang dikatakan (dilakukan dan sebagainya) orang lain. Dan itu tak boleh dibiarkan. Kalau sampai pada tingkat mengambil keputusan anda diintervensi orang lain, yakinlah hasil akhirnya anda akan mendapatkan penyesalan. Penyesalan datang tidak akan lama setelah anda menjalani apa yang anda putuskan karena intervensi orang lain. Anda harus berani melawan rasa takut membuat orang lain kecewa. Berani melawan rasa gak enakan sama orang lain.

Kita harus belajar supaya tidak takut memberikan alasan yang tidak detail ke orang lain. Biasanya orang lain selalu bertanya detail, kenapa? Pada momen seperti ini anda harus punya “mantra” versi diri sendiri. Misalnya ditanya kenapa kamu harus mengakhiri hubungan ini? Misalnya anda jawab, “saya sudah tidak nyaman, saya merasa stress dan sedih berkepanjangan karena setelah saya jalani ternyata ini bukan yang saya inginkan.” Cukup jawaban anda segitu. Stop untuk memberikan penjelasan dan alasan. Stop sampai disitu. Nggak usah capek-capek untuk memberikan alasan lain lagi.

Kalau ada pihak lain yang kecewa karena keputusan yang anda buat, itu adalah tanggungjawab dia untuk mengatur perasaan dan mengelola perasaannya sendiri. Anda selalu punya pilihan.

Setiap keputusan ada konsekuensinya. Karena ada konsekuensi itu, maka sebelum mengambil keputusan itu perlu dipikirkan matang. Mengambil keputusan tidak boleh dalam keadaan gembira. Dalam keadaan sedih. Dalam keadaan emosi. Dalam keadaan jiwa yang terluka. Dalam keadaan batin tertekan. Dalam keadaan pikiran kalut. Dalam keadaan hati tak seimbang. Keputusan diambil menuruti kata hati dan pikiran realistis. Prinsipnya adalah diri sendiri is first. Jangan meletakkan kepentingan orang lain diatas kepentingan diri sendiri. Jangan takut membuat orang lain kecewa untuk membela diri sendiri. Jangan selalu berpikir untuk menyenangkan orang lain tapi mengesampingkan diri sendiri.

Hidup itu bukan melulu soal menyenangkan dan mementingkan orang lain saja. Karena dirimu juga seorang manusia yang perlu dihargai.

Jadi masih mau jadi lilin yang diri sendiri hancur demi orang lain?

16 Tanggapan to “Aku Bukan Lilin”

  1. febridwicahya Says:

    Wakakaka aku kadang menjadi lilin, yang mementingkan diri sendiri daripada orang lain wkwkwk

    @febridwicahya
    Nah, setuju itu, hahaha…

  2. Agung Pushandaka Says:

    Saya pernah menulis ini, menjadi lilin bagi orang lain. Saya mengambil contoh beberapa kejadian yang saya alami dari orang lain yang menjadi lilin.
    Setiap orang adalah individu merdeka, saya setuju, tapi menurut saya ada kalanya kita berkorban untuk membantu orang, bukan sepenuhnya menyerahkan hidup kita demi kebahagiaan orang lain. Menolong orang juga adalah pilihan, wujud dari kemerdekaan setiap individu itu.
    Kalau ada yang memilih untuk tidak mau membantu orang, atau sebaliknya, itu adalah kemerdekaan pribadinya. Bahkan mungkin ada orang yang rela mati demi menyelamatkan nyawa orang yang dicintainya, itu juga sama seperti analogi lilin. Seperti seorang ibu yang rela mati demi keselamatan bayinya.

    @Agung Pushandaka
    Pilihan berada di masing-masing orang. Yang saya maksud adalah total berkorban untuk orang lain tanpa memikirkan diri sendiri. Bagi saya, hal ini tindakan konyol. Saya tak akan menghancurkan diri sendiri hanya demi orang lain.
    Lain hal menolong orang dengan keikhlasan. Menolong bukan berarti mematikan diri sendiri.

    Sehat dan sukses untuk kang Agung Pushandaka.

  3. Mawardi Says:

    Dalam hidup selalu ada pilihan yang mana kita harus memilih dengan resiko masing-masing, semoga kita senantiasa dibimbing oleh yang maha kuasa agar dapat memilih hal yang baik dalam kehidupan kita. aamiin

    @Mawardi
    Setuju.
    Aamiin.

  4. Sondang Saragih Says:

    Ego yang sama dengan diriku.
    Karena aku menyayangi diriku yang masih jauh lebih berharga daripada apapun eh ….

    @Sondang Saragih
    Sepertinya bukan ego, tapi pilihan rasional, hehe…

  5. mfadel Says:

    Biasanya orang yang nggak enakan nih suka jadi lilin

    @mfadel
    Betul. Orang begini suka mengorbankan diri sendiri demi orang lain.

  6. Fanny_dcatqueen Says:

    Setujuuuu bangetttt :D. Aku juga emoh kok kalo harus ngorbanin diri sendiri demi orang lain. Ga peduli untuk itu aku bakal dibilang egois, aku cuma bersikap realistis. Dan Krn aku sayang diriku, jelas aku hrs mikirin diri sendiri dulu, sebelum menolong orang :D.

    Terserah sih kalo ada yg rela ngorbanin diri demi membantu org lain,walopun dirinya sendiri bakal ga selamat. Itu hak masing2 orang. Semoga bisa JD pahala buat dia. Aku ttp prefer menolong orang setelah diri ku sendiri terjamin :).

    @Fanny_dcatqueen
    Untuk orang tertentu mungkin kita bisa berkorban lebih. Saya untuk orang tua dan anak ikhlas berkorban lebih.

    Orang yang sering jadi korban gak enakan ini menurut saya orang yang lemah. Kita harus kuat untuk hal-hal yang rasional.

  7. Ni Made Sri Andani Says:

    Ha ha…iya bener juga sih. Secara umum tentu kita tidak mau seperti lilin yang mengorbankan diri demi orang lain. Hanya moment istimewa saja yg sangat langka ada orang yg mau mengorbankan dirinya habis2an demi orang lain.

    @Ni Made Sri Andani
    Untuk kasus tertentu mungkin kita bisa jadi lilin. Misal untuk kepentingan orang tua dan anak.

  8. zaramozzoe Says:

    Terimakasih ya infonya

    Visit juga ya Lihatlah ini

    Thankz kakakπŸ™‚

  9. Ridha Tantowi Says:

    Dulu banget, selalu jadi lilin yg mesti ngeduluin kepentingan org lain dulu, beberapa tahun ke belakang, sudah mulai engga lagi. Bener-bener mikirin diri sendiri aja.

    Ridha Tantowi
    Sebaik baiknya memang jadi diri sendiri. Jangan selalu merasa gak enak. Akhirnya akan kecewa besar.

  10. adnabilah Says:

    Setuju banget, meski dulu jaman kecil pas denger quote ini pertama kalinya, rasanya kayak, “Wah bener juga ya. Dewasa nanti aku harus jadi orang yang kayak gitu.” Ehh, udah gede, ‘beruntungnya’ ternyata aku anaknya sulit juga untuk jadi pribadi yang selfless, jadi prioritasku tetap keberlangsungan hidup sendiri, karena hidup masing-masing pun udah susah hehe. Tulisannya bagus-bagus btw! Salam kenal!

  11. Rifai Hadi Says:

    Poinnya adalah, setiap indiviu adalah pribadi yang merdeka. πŸ™‚

    @Rifai Hadi
    Betul. Setuju 100%.

  12. alrisblog Says:

    @adnabilah
    Jadilah diri sendiri. Kalau hanya menyenangkan orang lain kemudian hari akan menyesal.

  13. ysalma Says:

    Sacaro umum iyo mana mah.
    Tapi kadang ado di momen-momen tertentu, orangtua akan sanggup menjadi lilin untuk anaknya, bukan orang lain πŸ™‚

  14. Kika Syafii Says:

    Pemikiran yang menarik Mas, menjadi diri sendiri bercahaya namun tidak meleleh..

  15. akhmad muhaimin azzet Says:

    Makasih banyak ya. Setiap diri adalah pribadi yang merdeka.

  16. Yos Beda Says:

    Kecuali untuk keluarga, terkhususnya ibu, saya sendiri ogah lakukan filosofi lilin, hehehe

Tinggalkan komentar